Assalamualaikum warohmatullaah wb
Sahabat, tidak terasa, lama tidak mampir ke blog. Untuk kali pertama di tahun ini, bismillaah nur ida ingin sedikit share mengenai sebuah kisah nyata yang pernah nur ida tulis di tahun 2012 silam. Alhamdulillaah kisah ini pernah di post di salah satu official account management OSD . Mudah-mudahan banyak hikmah yang dapat sahabat ambil dar kisah ini.
enjoy ^^
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Si Kecil Sang Tuan Mimpi
Anggi
Nurul Fauziah. Itulah nama lengkap seorang gadis kecil yang tinggal
tepat di sebelah rumahku. Seringkali Aku memergokinya duduk sendiri di
teras rumahku. Tapi, tak jarang pula Aku melihat ia sedang tertawa riang
bersama teman-teman sebayanya. Teman sebaya yang kumaksud sesungguhnya
bukanlah arti yang sebenarnya. Karena pada faktanya, teman-teman Anggi
bukanlah anak-anak yang seumur dengannya, bahkan berbeda jauh. Postur
tubuhnya yang mungil serta perilakunya yang kekanak-kanakan membuatnya
terlihat pantas bermain dengan anak-anak yang berusia di bawah enam
tahun. Padahal waktu itu Anggi sudah berumur lebih dari delapan tahun.
Saat
memperhatikan tingkah lakunya, kerap muncul pertanyaan besar dalam
benakku. Apa yang sesungguhnya menyebabkan dia seperti itu?. Padahal
secara fisik, terlihat tak begitu banyak kekurangan. Rambutnya yang ikal
nan indah, kulitnya yang putih langsat, serta senyumnya yang indah,
membuat tak banyak orang mengetahui bahwa sebenarnya Anggi terlahir
sebagai anak autis. Ya. Belakangan ini Aku baru mengetahui beberapa hal
mengenai Anggi dari ibuku. Rupanya ibuku mengetahui sesuatu tentang dia.
Ibuku bercerita, Anggi adalah korban tindakan percobaan aborsi yang
dilakukan oleh ibundanya sendiri.
Astagfirullah.
Tertegun dan sangat sedih rasanya mendengar kenyataan perih yang
dialami oleh gadis kecil malang itu. Aku tak habis pikir, mengapa
seorang ibu tega melakukan hal sekeji itu di negara yang (katanya)
mayoritas Islam ini. Sejenak aku teringat cerita temanku. Di Gaza,
seorang ibu berjuang mati-matian hanya demi mencari tempat aman untuk
melahirkan buah hatinya. Bahkan banyak diantara mereka memilih tempat
yang sangat tidak layak seperti selokan sebagai tempat untuk melahirkan
dan berlindung dari kekejian tentara-tentara Israel yang dapat membunuh
bayi-bayi mereka kapan saja. Seharusnya kita bersyukur karena kita hidup
di negara yang cinta damai dan menjunjung tinggi HAM, negara yang
memberikan perlindungan dan pelayanan bagi ibu melahirkan kapan saja dan
dimana saja. Tapi pada kenyataannya, negara kita menjadi negara dengan
tingkat aborsi nomor tiga terbanyak di dunia. Sungguh miris.
Kembali
pada kisah Anggi. Kuasa Allah memang tak bisa dikalahkan. Anggi
ditakdirkan Allah tetap hidup walau berbagai macam cara telah dilakukan
ibunya untuk membunuhnya ketika masih berada dalam kandungan.
Qodarullah, Anggi tetap terlahir dengan selamat. Subhanallah.. Akan
tetapi, kondisinya tidak sempurna. Ia terlahir dengan beberapa
kekurangan fisik dan keterbelakangan mental. Sontak keadaan tersebut
membuat ibunya malu dan memilih untuk meninggalkan Anggi hidup berdua
dengan neneknya. Beruntung, sang nenek sangat menyayangi Anggi. Hingga
suatu saat sang nenek mencoba untuk menyekolahkan Anggi di sekolah dasar
pada umumnya. Sang nenek sangat optimis bahwa bidadari kecilnya itu
dapat berkembang normal layaknya anak kecil lain pada umumnya. Namun apa
daya, keterbatasan Anggi membuat ia terpaksa diberhentikan oleh pihak
sekolah.
Anggi
melalui hari-harinya bersama nenek tercinta. Kasih sayang sang nenek
kepadanya ternyata sangat berpengaruh besar bagi perkembangan
psikologisnya. Ya. Itu terbukti. Beberapa bulan ini, sering Aku melihat
senyum manisnya mengembang indah dibibir mungilnya. Pernah suatu saat,
ketika Aku berjalan di depan rumahnya, ia menegurku “Mba ida.. Dari
mana?”. Tanyanya lirih dengan lafal yang tidak begitu jelas serta
dibubuhi senyuman kecil. Aku sungguh terkejut dibuatnya. Lebih dari dua
belas tahun Aku tinggal didekatnya, tak pernah Aku menyaksikan momen
langka itu.
Akhirnya,
kembali muncul pertanyaan besar di benakku. Tak kalah besarnya dengan
pertanyaan ketika Aku mencoba mencari penyebab keterbelakangan Anggi
dahulu. Faktor luar biasa apa yang menyebabkan perubahan drastis dari
seseorang yang mengalami keterbelakangan mental seperti itu? Apakah
hanya kasih sayang? Kurasa tidak. Rasa penasaran yang besar membuatku
memutuskan untuk memberanikan diri bertanya kepada sang nenek mengenai
hal itu. Tak disangka, ternyata kebiasaan Anggi mempelajari shalat dan
mengaji , membuat kondisi mentalnya semakin membaik. Sang nenek berupaya
keras dalam membimbing Anggi selama satu tahun terakhir ini dengan
sabar dan penuh kasih sayang. Subhanallah..
Sahabat,
tidak berhenti sampai disitu saja. Perjalanan Anggi masih panjang. Aku
berdoa, semoga diumurnya yang hampir lima belas tahun ini, Allah
menuntunnya untuk menatap dan mengejar mimpi. Ya. Di tengah
keterbatasan, ia mempunyai mimpi. Pernah ia mengatakan padaku bahwa ia
ingin menjadi seorang penyanyi. Lucu?. Sekilas memang lucu kalau kita
memandang hanya dari sisi kekurangan yang dimilikinya. Tapi, itulah
Anggi Nurul Fauziah. Gadis kecil polos yang memilki impian besar.
Kepolosan sikapnya membuat ia belum mengenal arti beban dan
keputus-asaan, sehingga ia begitu semangat dan konsisten menjaga
impiannya. Baginya, impian adalah tujuan hidup. Bukan pernyataan semata.
Salam
Nur Ida Maulida
No comments:
Post a Comment